TEMPO.CO , Jakarta:-
Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan
Perwakilan Rakyat menyepakati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter. Total subsidi energi menjadi Rp 225
triliun. Jumlah ini terdiri dari subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi listrik Rp
65 triliun dan cadangan risiko energi Rp 23 triliun.
Pembahasan anggaran perubahan dengan agenda utama kenaikan harga BBM,
kemarin, berjalan lancar. Hampir setiap angka yang disampaikan pemerintah
mendapat persetujuan dari anggota fraksi pendukung pemerintah; Fraksi Demokrat,
Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai
Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Partai Keadilan Sejahtera yang semula menolak kenaikan harga BBM, akhir
mendukung kebijakan pemerintah ini.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, dengan kesepakatan ini maka
subsidi BBM menjadi Rp 137,4 triliun naik dari Rp 123 triliun. Sedangkan
subsidi listrik melonjak menjadi Rp 65 triliun dari Rp 40,7 triliun.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan subsidi listrik naik menjadi Rp 90 triliun.
Meski sepakat dengan kenaikan harga BBM, namun Dewan membahas pencabutan
Pasal 7 ayat 6 Undang-Undang tentang APBN 2012. Pasal itu melarang pemerintah
untuk menaikkan harga eceran BBM bersubsidi. "Kami hanya bahas angka bukan
pasal,” kata Wakil Ketua Badan Anggaran Melchias Marcus Mekeng.
Olly Dondokambey dari Fraksi PDI Perjuangan menyatakan, akan tetap
mempertahankan pasal tersebut. "Kami bawa ke paripurna," ujarnya.
Meski menolak kenaikan harga BBM, PDI Perjuangan tetap bertahan untuk melakukan
pembahasan anggaran.
Sedangkan, Fraksi Gerindra dan Hanura, memutuskan keluar dari rapat
(walk-out) dalam pembahasan anggaran perubahan. "Kami memutuskan tak ikut
membahas, dan akan memperjuangkannya di paripurna," ujar ketua fraksi
Gerindra, Fari Djemi Francis.
ALI NY | M ANDI PERDANA
my opinion :
Increase in the price of fuel oil occurred not only in Indonesia but
almost throughout the country. This happens because of the soaring
prices of crude oil caused by the conflict in the country's oil
producers. Soaring oil prices caused Indonesia society became restless. Due to the increase in oil prices then automatically the price other
staples also goes up. This issue will certainly burden the poor. But we
must also be wise in addressing this issue. In my opinion this increase
indeed must happen, because when not raised the onus will increasingly
heavy fuel subsidies and can hamper national development. A budget oil fuel subsidies could be redirected to other areas that are
more important. Such as health, education, entrepreneurship, etc. With
the price of Rp. 6000 I think it is still a very reasonable prices for
the nation of Indonesia. Hopefully we can be wise and non-anarchist can
be detrimental.